Senin, 16 November 2015

Emansipasi Wanita berdasar Pandangan Islam

           Feminisme adalah istilah yang ditujukan kepada kebangkitan para wanita untuk menunjukkan persamaan hak dengan laki-laki dan menekankan pada otonomi wanita. Istilah feminisme muncul karena para wanita mulai ada kesadaran bahwa wanita-wanita juga perlu adanya pengakuan di lingkungan sosial. Tujuan dari feminisme tersebut supaya wanita mendapatkan pekerjaan yang layak, mendapatkan pengakuan yang lebih di lingkungan sosial, dan mendapatkan hak-hak untuk berpolitik.
            Feminisme di era globalisasi ini dapat dikatakan juga dengan istilah emansipasi wanita. Kaum wanita sendiri sudah lama mulai mempunyai kesadaran untuk memperjuangkan pembebasan dirinya dari ketidakadilan. Istilah feminisme mulai disosialisasikan pada majalah Century pada musim semi tahun 1914 dan sejak 1910 an kata feminisme yang berakar dari kata bahasa Perancis sudah kerap dipergunakan, kata feminisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1880 an untuk menyatakan perjuangan perempuan menuntut hak politiknya. Aktor utama dalam perjuangan feminisme yaitu Hubertine Auclort, saat itulah feminisme mulai diperkenalkan di negara Eropa dan Amerika. Feminisme abad ke 19, ditandai dengan perjuangan menuntut hak-hak politik  dan hukum, khususnya hak memlilih, hak mendapat upah, dan hak atas hukum lainnya sebagai warga negara. Feminisme abad ke 20, perjuangan feminisme mulai berkembang pada bidang ekonomi. (Nunuk dan Murniati, 2004: 28-29).
Agama Islam sudah memaparkan penjelasan tentang persamaan hak dan kewajiban bagi laki-laki dan perempuan sudah terdapat dalam Al Qur’an dan Rasulullah SAW. Islam sudah lebih lama menjelaskan permasalahan wanita secara khusus dan detail. Islam bukan hanya menyamakan hak dan kewajiban untuk perempuan dan laki-laki. Bahkan, Islam berusaha untuk mengembalikan perempuan kembali ke fitrahnya sebagai perempuan dan manusia. Hal ini dapat dibuktikan dalam firman Nya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Rum 30:30)
Terdapat dua kategori pemahaman tentang feminisme (Zulfahani Hasyim, 2012: 44):
1.      Feminisme Radikal. Istilah ini muncul sejak pertengahan tahun 1970 an dimana aliran ini menawarkan ideologi “perjuangan separatisme perempuan”. Feminis Radikal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Dalam pandangan Islam meletakkan perempuan pada urusan rumah tangga dan pengasuhan anak dan Islam lebih menempatkan laki-laki dalam bidang kekuasaan politik.
2.      Feminisme Liberal. Feminisme ini mempunyai pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan Individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Dalam pandangan Islam, Feminisme Liberal ini mempunyai banyak kerancuan karena dalam pemahaman feminisme liberal ini kebebasan individual perempuan itu sendiri. Sedangkan dalam Islam, memiliki beberapa peraturan untuk seorang perempuan karena aturan tersebut demi menjaga kehormatan perempuan tersebut seperti menutup aurat dan menjaga pergaulan dari campuran antara laki-laki dan perempuan.
Tuhan yang merupakan sang Maha Pencipta Segala Nya termasuk pencipta antara laki-laki dan perempuan. Seperti dahulu, ketika Allah SWT menciptakan manusia pertama kali yaitu Adam. Hawa pun diciptakan juga oleh Allah SWT karena Dia Maha Mengetahui bahwa Adam akan menjadi kesepian jika Adam sendirian. Oleh karena itu, Allah SWT menciptakan Hawa sebagai perempuan agar menjadi pasangannya yang selalu menemani Adam dalam keadaan apapun selama di Bumi. Dalam peristiwa ini, sudah terbukti bahwa laki-laki tidak akan menjadi superior tanpa adanya perempuan sebagai pasangannya.
            Islam sangat mengakui kedudukan dan kedaulatan perempuan. Bahkan dalam agama Islam, perempuan diletakkan pada kedudukan paling terhormat, sehingga dalam Islam memerintahkan seorang anak untuk mematuhi seorang ibu sebanyak tiga kali lipat dan yang terakhir menghormati ayahnya. Di masa Jahiliyah, masyarakat menganggap anak perempuan adalah aib keluarga bahkan mereka membunuh anak perempuannya dan dalam hal itu Islam sangat menentang perbuatan masyarakat Jahiliyah. Dalam Islam perempuan dan laki-laki juga mempunyai kesamaan hak dalam mendapatkan pahala dan siksaan, selain itu mempunyai kewajiban untuk beribadah. Seperti yang terdalam dalam Qur’an Surat An Nisa disebutkan bahwa:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً  وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ  إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا  ﴿النساء:١﴾

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisa: 1)
Islam sangat memperdulikan permasalahan wanita di dunia. Jika tidak, Allah SWT tidak akan mungkin menciptakan Surat An Nisa yang seluruh surat Nya membahas tentang perempuan. Di dalam Qur’an juga disebutkan beberapa kali bahwa sebagai seorang anak mempunyai kewajiban menghormati ibunya. Hal ini terdapat di dalam Surat Luqman ayat 14 yang artinya bahwa:
 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
            Di Islam pun memberikan hak untuk perempuan turut serta  berpartisipasi dalam sosial dan politik seperti mengikuti musyawarah mufakat dan pengadilan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an di  Surat Al-Taubah ayat 71 yang menyebutkan bahwa:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi auliya (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Kata “Auliyah” mempunyai arti sebagai penolong yang maksudnya adalah bukan hanya urusan dalam rumah tangga, namun juga urusan dalam kemasyarakatan maupun politik negara (Zulfahani Hasyim, 2012: 44). Meskipun, seorang perempuan tidak boleh dijadikan sebagai seorang pemimpin dan hal ini dibuktikan dalam Qur’an Surat An Nisa bahwa:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)...”
(QS. An Nisa ayat 34)

DAFTAR PUSTAKA
Nunuk A, Murniati P. 2004. Getar Gender;Buku Pertama. Magelang: Indonesia Tera.
Zulfahani Hasyim, 2012, Perempuan dan Feminisme Dalam Perspektif Islam, Muwazah, No.1, Vol.4, Hal 4, http://download.portalgaruda.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah kalian melihat blog sederhana quwh ini..
jangan lupa komentarnya ya...